Jumat, 11 Agustus 2017

Tempat Wisata yang harus Kunjung saat di Toboali Bangka Selatan

Suhu udara di Toboali, Bangka Selatan akhir Juli 2017 berkisar 33-34 derajat Celcius. Lumayan panas. Tapi buat para pelancong yang suka memotret, langit cerah Toboali adalah berkah. Angkasa biru, awan putih berarak. Kadang kumpulan awan di langit memberi bonus teduh sebentar, Mungkin atas dasar cuaca Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Bangka Selatan menjadikan event Toboali City on Fire Season 2 (TCOF) jatuh pada 28-30 Juli tahun ini. Sementara pada tahun sebelumnya, TCOF berlangsung pada bulan Oktober di tengah anomali cuaca yang sering mengirim hujan deras di seantero Indonesia.
Kabupaten Basel alias Bangka Selatan memang sedang bersemangat membangun sektor pariwisata. Toboali sebagai ibu kota kecamatan menjadi episentrum kegiatan TCOF 2 yang kini “sah” masuk dalam Kalender Event Pariwasata Nasional oleh Kementerian Pariwisata.  

TCOF 2, 2017 mengusung tema “Keragaman Budaya dan Etnis”. Tema yang pas mengingat warga kota ini – seperti halnya di wilayah lain di Bangka-Belitung – terdiri dari berbagai etnis.  Tema keragaman itu turun  dalam 16 kegiatan yang digelar dalam tiga hari penyelenggaraan. Mulai dari BikePacker, Fashion Carnival, Photo Competition, Mural, Festival Tari, Festival Barongsai, sampai ritual adat Buang Jung di Pulau Lepar.

Toboali pada puncak gairahnya. Ribuan warga menyemut antusias di sekitaran Pantai Laut Nek Aji, venue utama kegiatan.  Panasnya TCOF juga merambat hingga ke seluruh Pulau Bangka-Belitung. Banyak yang datang, entah sebagai peserta lomba, festival, atau sekadar menjadi penonton dan melancong menikmati keindahan destinasi alam dan budaya di seputaran Basel.

Memang, di seputaran venue saja setidaknya ada beberapa spot bisa dinikmati.  Baik untuk kesenangan mata, atau keindahan fotografis bagi para penggemar fotografi.

Pantai Nek Aji-Benteng Toboali

Di Toboali ada Pantai Bhayangkara atau Laut Nek Aji. Landai, berpasir putih, serta leluasa bagi yang ingin lari-lari. Tempat ini memang cocok dijadikan ajang festival layang-layang. Atau sekitar 300 meter di sebelahnya wisatawan bisa berfoto di reruntuhan Benteng Toboali.

Benteng Toboali merupakan peninggalan pemerintah kolonial Belanda.  Bangunannya terletak di bukit berketinggian 18 meter, di pinggir pantai sebelah utara Kelurahan Tanjung Ketapang.  Dari benteng yang dibangun pada tahun 1825 ini pengunjung dapat menyaksikan sebagian Pantai Nek Aji dan beberapa bangunan tua di kota Toboali.

Para penggemar fotografi biasanya akan menggunakan beberapa titik di benteng sebagai objek. Misalnya di beberapa ruang terdapat akar-akar besar  dari pohon-pohon tua yang bergelayut menembus  dinding.

Pantai Nek Aji berkontur landai, berpasir putih, serta leluasa bagi yang ingin lari-lari. Tempat ini memang cocok dijadikan ajang festival layang-layang. (Haydr Suhardy) Ukuran benteng menurut data sekitar 54x32 meter. Di beberapa bagian, dindingnya didesain dengan ketebalan 90-120 cm.

Ada sekitar tujuh ruang di bagian dalam benteng. Dahulu digunakan sebagai barak prajurit, dapur, ruang administrasi, gudang makanan dan tempat menyimpan senjata. Di tengah benteng terdapat kursi-kursi batu. Cocok untuk tempat berbincang dan tempat para prajurit bersantap.

Lokasi benteng dipilih oleh pemerintah kolonial agar setidaknya bisa mengawasi kota dan perairan di sekitarnya. Semuanya tak lepas dari kepentingan Belanda atas industri penambangan timah yang sudah berkembang sejak pertengahan abad ke-17.

Timah di Bangka pertama kali ditemukan di jalur penggalian Sungai Olin, Toboali pada 1709.  Bangka pada masa itu masuk ke dalam wilayah Kerajaan Palembang Darussalam.  

Setelah sempat digarap oleh kerabat raja dari Johor, Malaysia, pihak kerajaan sempat mendatangkan para pekerja dari Tiongkok. Arus migrasi para pekerja ini semakin banyak, menetap dan kemudian menjadi warga Toboali keturunan Tionghoa.

Timah serta hasil perkebunan – terutama lada – membuat pemerintah kolonial Belanda senang bercokol di Bangka. Maklumlah, negeri itu sedang butuh-butuhnya modal untuk pembangunan pada tahun-tahun itu. Keuntungan dari perdagangan hasil tambang dan rempah Bangka pastilah pasti tak mau dilewatkan.

Jadi, begtulah, tanggal 2 Juli 1722 Belanda memperoleh hak istimewa untuk memonopoli perdagangan timah dari Kerajaan Palembang. Dan Benteng Toboali sendiri antara lain dibangun untuk keamanan jalur pengapalan serta mengawasi rawannya para penyelundup timah serta perompak. Sementara ke dalam kota, hampir semua area bisa terpantau dengan baik.

Pada masa-masa itu pula kota Toboali dibagi dalam tiga klaster. Ada klaster Eropa, klaster Cina dan klaster pribumi Melayu. Tinggalan klaster Cina antara lain berada di Jalan RA Kartini, berbentuk Klenteng Dewi Sin Mu serta Kampung Pecinan di ujung jalan yang sama (5 menit jalan kaki dari benteng).

Pecinan di Toboali

Kampung Pecinan Lama di Toboali kini terkepung tembok rumah-rumah bertingkat tiga-empat lantai yang sebagian besar digunakan untuk “rumah” burung walet. (Haydr Suhardy)

Pada TCOF 2, Kampung Pecinan lama menjadi pusat kegiatan lomba mural alias melukis di dinding dengan tema oriental. Pecinan kini dihuni sekitar 20-an KK masih meninggalkan bentuk rumah masa lalu.  Letaknya nyaris terkepung tembok rumah-rumah bertingkat tiga-empat lantai yang sebagian besar digunakan untuk “rumah” burung walet.

“Salah satu rumah yang digunakan untuk lomba melukis di dinding itu adalah rumah orangtua saya, warisang dari engkong,” tutur seorang perempuan berusia 70 tahun yang dijumpai di warung kopi di Jalan Jenderal Sudirman.  “Menurut cerita papa-mama saya, zaman engkong (kakek) masih hidup, rumah itu sering dikunjungi orang-orang Belanda, untuk ngobrol-ngobrol sambil minum kopi. Sekarang pun rumah itu masih ditinggali kakak saya, tetapi untuk merawatnya biayanya lumayan tinggi,” tutur si nenek, sambil menyebutkan bahwa rumah milik orangtuanya adalah yang terbesar dan terletak di sudut jalan.

Batu Belimbing-Pantai Batu Perahu

Batu granit berbentuk belimbing menjadi daya tarik utama Pantai Batu Belimbing di Toboali, Bangka Selatan. (Haydr Suhardy)
Masih di sekitaran Toboali, 5 menit naik kendaraan roda dua atau roda empat, dari Pecinan, para wisatawan dapat menikmati sore yang bagus di Batu Belimbing.  Batu granit berbentuk belimbing boleh dibilang menjadi spot favorit bagi massa TCOF 2 yang datang dari luar kota. Maklum letaknya memang tak jauh dari venue pusat kegiatan.

Pada hari-hari libur atau ada acara seperti TCOF spot ini ramai pengunjung. Itu sebab agak sulit memotret Batu Belimbing dengan “bersih” tanpa imbuhan orang-orang yang sedang selfie ataupun wefie.  Jadi, pilihan terbaiknya, memotretlah pada hari kerja.

Atau, kalau tidak, ikuti jejak beberapa fotografer yang memilih memotret pada malam hari, sembari berburu milkyway.  Batu granit raksasa menjadi latar depan yang dramatis berpadu dengan gugusan bintang Bima Sakti di langit.

Turun dari Batu Belimbing, kurang dari 5 menit, para pemburu gambar langit sore bisa berharap mendapat sunset di Pantai Batu Perahu dan Pantai Batu Kodok. Jaraknya cuma lima menit jalan kaki dari Batu Belimbing.

Air laut biru bersih, pasir putih serta bebatuan raksasa di pinggir pantai yang landai menyambut siapa saja.  Pantai Batu Perahu bersisian dengan Pantai Batu Kodok.  Ada dermaga yang menjorok ke laut jika ingin berpuas-puas menikmati suasana rembang petang.

Pantai Batu Perahu bersisian dengan Pantai Batu Kodok. Ada dermaga yang menjorok ke laut jika ingin berpuas-puas menikmati suasana rembang petang. (Haydr Suhardy)

Jika awan tak menghalangi, pemandangan terbenamnya matahari menjadi sesuatu yang ditunggu para pelancong.  Para pemotret biasanya menyiapkan tripod dan siap membidik. Sementara penggemar kuliner bisa duduk berbincang sambil menikmati minum kelapa muda. Resto Pondok Indah, Bintang Laut serta beberapa warung tanpa nama pun menyajikan hidangan pantai. Dari seafood sampai otak-otak yang disajikan bersama kuah asam cenderung pedas.

Sepuluh menit dari lokasi pantai, para traveller bisa kembali ke pusat kota. Mau bermalam, ada empat penginapan kelas Melati di Toboali. Usai mandi, jika datang beramai-ramai, nikmatilah kuliner mie kucai atau mie toboali dengan kuah ikan yang sedap.

Jika kompartemen di dalam perut masih menyisakan tempat, ada juga penganan yang harus dicoba. Namanya kue tabok. Sejatinya kita mengenal makanan ini dengan istilah lain: martabak.

Berjalan-jalan pada malam hari di Toboali terbilang aman. Jauh dari sangkaan, warga setempat selalu senang menyapa, mengajak chit-chat yang kadang membenamkan dalam perbincangan hangat di warung kopi. Jangan khawatir tidak kebagian tempat berbincang. Dari empat warung kopi tiam, setidaknya ada dua warung kopi di Jalan Jenderal Sudirman yang buka hingga tengah malam.

Cuaca bagus, langit cerah dengan bulan sabit menyambut massa yang baru keluar menyaksikan festival band TCOF 2 di venue Pantai Nek Aji.  Para penonton yang mulai merasakan kehampaan dalam perutnya, memarkir sepeda motor di tepi jalanan. Mereka duduk di trotoar menikmati jajanan atau pecel lelel Warung Lamongan yang ternyata ada juga di Toboali.

Suhu antara 24-26 derajat Celcius pada malam akhir bulan Juli lalu. Lumayan adem, lumayan tentram untuk kota yang baru saja “terbakar” api gairah pariwisata di TCOF 2.
(Eddy Suhardy)

0 komentar:

Posting Komentar